Religiusitas Membaca dan Masa Depan Buku


Dialah sebaik-baik kekasih, memberikan warna dalam angan, mengajak setiap jiwa mengembara dalam belantara keagungan. Dialah sahabat terbaik, berbaris rapi dalam untaian sajak barisan peradaban. Mengabaikannya adalah musibah dan memperhatikannya adalah amanah. Maka tidak berlebihan jika Hatta rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku menjadi bebas. 


Kebebasan berpikir dan bergerak dalam memberikan makna kehidupan. Namun di antara yang paling penting dari kehidupan sosial manusia adalah bahwa yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang paling layak dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri. Realitanya, tidak sedikit manusia berlebihan dalam mencinta dan fanatic dalam membenci. Salah satu korban diantaranya adalah buku.

 

Tercatat dalam sejarah peradaban manusia pemusnahan buku secara massal.  Dunia menjadi saksi bagaimana pasukan Ilkhanate pimpinan Hulagu Khan membumihanguskan perpustakaan Baghdad. Sementara di Cina, pembantaian cendekiawan dan pembakaran buku pada masa Dinasti Qin. Pemusnahan naskah kuno Maya oleh penakluk dan pendeta Spanyol. Pembakaran buku Nazi, perpustakaan Iskandariah dan Sarajevo. Beruntung di Nusantara, kebencian tidak menimbulkan tragedi pemusnahan naskah, karena tentara Inggris dan Belanda hanya melakukan penjarahan untuk dibawa ke negerinya.

 

Di sisi lain, dunia terus mencetak cendekiawan dalam melahirkan berbagai buku dan berjuta karya ilmiah. Kecintaan dan kegigihan tersebut abadi dalam ingatan manusia. Seorang ahli bahasa dari Maroko bernama Imam Shanhaji atau Ibnu Ajurum penulis Matan Jurumiyyah, membuang karyanya ke laut sebelum disebarluaskan dan bermanfaat bagi umat manusia. Kemudian Syekh Zarruq, penulis syarah Al-Hikam karya Ibnu Athaillah as-Sakandary. Setiap kali menyelesaikan tulisan tentang Al-Hikam, selalu hilang dicuri orang sampai berulang 17 kali denga nisi yang berbeda. Dan syarah yang masih utuh hingga sekarang adalah karya yang ke-17. Sementara di Indonesia, K. H. Maksum bin Ali menulis kitab Amtsilatut Tashrifiyyah dengan tirakat khusus. Kitab tata bahasa yang ditulis oleh ahli falak menjadi sumbangsih terhadap ilmu kebahasaan.

 

Masih banyak kisah menarik tentang buku, sebagai buah dari rasa cinta terhadap ilmu pengetahuan. Di antara buku-buku yang telah tercipta dan tersebar di seluruh dunia, kitab suci menjadi buku paling popular yang menginspirasi dalam kehidupan. Berbagai cara dilakukan untuk mengabadikan pesan-pesan Tuhan yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Media penyampaian pesan-pesan tersebut terus bertransformasi mulai dari batu, kulit, daun, kertas hingga teknologi digital. 

 

Kitab suci sebagai buku pedoman dalam beragama mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan manusia. Penulisan karya hingga terciptanya sebuah buku, tidak lepas dari pesan dalam kitab suci untuk terus membaca. Agama Hindu dalam Bhagavad Gita XVIII 70 tertulis adhyesyate ca ya imam dharmyam samvadam avayoh, jnyanayadnya tena’ham istah syam iti me matih, dia yang selalu membaca percakapan suci ini (Bhagavad Gita), Aku anggap dia menyembah-Ku dalam wujud Yadnya dengan ilmu pengetahuan. Sementara Islam dalam Al-Quran Surah Al-Alaq tertulis, iqra bismirabbikalladzi kholaq, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Kemudian umat Buddha membaca diri dengan melakukan kebajikan kepada siapa dan apa saja, sedangkan Konghucu membaca dan mengingat jasa-jasa leluhur adalah kunci kehidupan. Isa Al-Masih membaca hikmah dengan melakukan perjalanan, sedangkan tradisi Jawa senantiasa membaca lingkungan sekitar dengan melek atau mengurangi tidur.

 

Buku menjadi media keterhubungan manusia dengan masa lalu untuk bertahan hidup di masa yang akan datang. Membaca menjadi kunci untuk membuka rahasia Tuhan yang masih tersimpan di alam. Maka tugas dari setiap orang adalah bagaimana merawat buku dan meningkatkan kreativitas membaca sebagai bagian penting dalam menjalani proses hidup dan berkehidupan.

 

Perintah membaca adalah pesan agama sebagai implementasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Merawat buku dan mengambil hikmah yang tersimpan di dalamnya dengan tidak memberikan tanda, baik dengan stabilo, garis bawah, lipatan, atau tanda lain untuk menandai sebuah kalimat yang inspiratif dan dianggap penting. Perbuatan demikian bisa dibenarkan apabila buku tersebut milik pribadi, namun apabila milik umum perbuatan tersebut menyalahi hak karena sangat mengganggu. Mari kita sadarkan diri dan lingkungan sekitar sedini mungkin untuk mencintai buku dan merawatnya dengan tidak menyakitinya. Membangun peradaban yang utuh dan tak retak dengan membaca. Merawat akal sehat dalam menghadapi kenyataan. 

Posting Komentar

0 Komentar